Sabtu, 20 Januari 2024

“Cerita yang Belum Sempat Tertulis”

Oleh: Kumala Nurandini

 

Dalam hening langit senja, aku duduk sendiri di tepi pantai melihat sang mentari perlahan tenggelam di ufuk barat. Angin sepoi-sepoi laut membawa aroma asin yang menyatu dengan perasaanku yang campur aduk. Pikiranku melayang kepadanya, sosok laki-laki yang pernah singgah dalam hidupku, begitu singkatnya waktu yang kita miliki bersama.

Aku memikirkan setiap detik yang dilewatkannya, setiap kata yang terlontar dari bibirnya, garis senyumnya, suara tawanya, dan setiap detail kecil yang membuatnya begitu istimewa. Dia seperti bayangan yang mengisi ruang kosong dalam hidupku. Namun, kini dia hanya tinggal dalam kenangan, seperti deburan ombak yang datang dan pergi tanpa henti. Hatiku terasa berat, dipenuhi oleh kekosongan yang ditinggalkannya.

Apa yang membuatnya pergi begitu saja? Apakah ini takdir atau hanya kebetulan yang menyebabkan kita berpapasan namun tidak bisa bersama? Apakah dia juga merasakan getaran perasaanku? Apakah dia tahu bahwa hatiku masih menyimpan jejak-jejaknya? Aku membayangkan bagaimana hidup kita bisa terjalin, bagaimana cerita kita akan ditulis. Namun, kini matahari terbenam begitu cepat dan aku merindukan sinarnya yang pernah menerangi hari-hariku. Rasa rindu ini melanda, seperti ombak yang terus-menerus menghantam pantai, tak pernah berhenti.

Bukan aku menyalahkan atau membenci. Aku hanya ingin mengerti mengapa takdir mempertemukan kita namun juga memisahkan kita begitu cepat. Mungkin dia memiliki alasan sendiri, rintangan yang tidak dapat diatasi, atau panggilan hati yang mengajaknya pergi. Aku mencoba memahaminya, tapi tetap saja, ada rasa kehilangan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Aku hanya bisa duduk di sini, menyaksikan samudra yang tak berujung, seolah mencari jawaban yang belum kutemukan.

Hatiku terasa hancur dan rindu itu terus menghantui, tapi aku memilih untuk menjaga kenangan indah itu. Mungkin, ada kebijaksanaan yang aku dapat dari perpisahan ini. Mungkin, ada kekuatan baru yang muncul dari kelemahan ini. Aku berusaha menerima kenyataan bahwa beberapa kisah cinta hanya sebatas kenangan yang terukir dalam hati. Dalam diam, aku merenungi lelaki yang pergi, mungkin dengan harapan bahwa suatu hari nanti, jejaknya akan kembali menyatu dengan jejak langkahku.

Dalam cahaya remang-remang bulan, aku membiarkan angin malam membawa cerita ini pergi. Semoga suara bisik angin membawa cerita ini sampai ke hatinya, di mana pun dia berada. Meskipun kita tidak bersama, kenangan itu tetap hidup dalam setiap hembusan angin yang menyapa malam ini. Semoga bintang-bintang di langit menyaksikan keikhlasan hatiku dan membawa cahaya untuk mengarahkan langkahku dengan harapan di suatu tempat, di suatu waktu, cerita kita akan berjumpa kembali, entah untuk melanjutkan cerita atau untuk mengakhirinya. Hingga saat itu tiba, aku akan terus melangkah, membawa kepingan kenangan yang takkan pernah pudar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perjuangan yang Penuh Semangat

                          Oleh: Nana Lestari Di sebuah kota Pasuruan, hiduplah seorang mahasiswi bernama Dira. Dira merupakan anak tunggal y...