Sabtu, 24 Februari 2024

Partisipasi Mahasiswa Perantauan dalam Pemilu Masih Mengalami Kendala

Sumber : dokumentasi  pribadi

 

Nikmatul Aziza, mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa Daerah Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), asal Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, telah merantau selama kurang lebih 2 tahun di Yogyakarta. Dia bersikeras untuk menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden 2024 mendatang dengan keyakinan bahwa partisipasi aktif dalam demokrasi adalah kewajiban warga negara Indonesia.

"Saya tidak ingin golput. Kita wajib memberikan aspirasi dengan memilih pemimpin yang bisa mewujudkan Indonesia lebih maju," tegas Nikmatul, menegaskan ketidaksetujuannya terhadap golongan putih (golput). Bagi Nikmatul, Pemilu 2024 menjadi peluang bagi generasi muda, termasuk dirinya, untuk menyalurkan suara dan berpartisipasi dalam membentuk arah negara.

"Pemilu adalah wadah untuk menyalurkan keinginan dan hak suara kita dengan memilih pasangan calon yang kompeten dan mampu membawa perubahan bagi negeri ini," tambahnya.

Namun, antusiasme tinggi mahasiswa perantauan seperti Nikmatul dihadapkan pada sejumlah hambatan administrasi yang menghambat partisipasi politik mereka. Banyak mahasiswa perantau menghadapi masalah, antara lain, kurangnya perhatian dalam mendapatkan informasi terkini tentang pemilu melalui media sosial seperti WhatsApp, menyebabkan miskomunikasi dan kebingungan.

Permasalahan lainnya adalah kesulitan mahasiswa perantau yang ingin mendaftar sebagai pemilih tetapi belum memiliki surat pindah pemilih. Banyak di antara mereka yang tidak tercantum dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) domisili sementara akibat kurangnya dukungan informasi dari pemerintah desa/kelurahan di tempat asal.

Nikmatul menyuarakan keprihatinannya terhadap kurangnya informasi pemerintah desa/kelurahan terkait status tempat tinggal mahasiswa perantau. "Banyak data ganda karena mahasiswa terdaftar di tempat asal," ungkapnya.

Selain itu, akurasi data pemilih secara makro yang dikelola oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga menjadi permasalahan serius. Nama-nama pemilih yang seharusnya sudah meninggal dunia masih terdaftar, menunjukkan ketidakakuratan dalam penyelenggaraan administrasi pemilu.

Sumber : dokumentasi pribadi

Kendala ini dirasakan oleh EA mahasiswa S2 di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan juga mahasiswa perantau lainnya di Yogyakarta. EA serta mahasiswa perantau lainnya, berusaha untuk pindah Tempat Pemungutan Suara (TPS) agar dapat tetap menggunakan hak pilihnya. Namun, kendala teknis seperti batas waktu pengurusan surat dan kurangnya bantuan dari petugas kelurahan membuatnya terlambat mendaftar sebagai pemilih di tempat domisili barunya.

"Saya berusaha mengurus pindah TPS tanggal 15 Januari karena dengar deadline pengurusannya hari itu. Tapi petugas kelurahan kurang membantu, malah menyuruh datang besoknya," tutur EA. Akibatnya, EA jadi terlambat mendaftar sebagai pemilih di tempat domisili barunya. Padahal ketika mendatangi kantor TPS keesokan harinya, petugas piket bilang sebenarnya pelayanan tetap buka. "Saya kecewa karena yang terjadi malah lempar-tanggung jawab antar petugas," imbuhnya.

Meskipun antusiasme mahasiswa perantau tinggi, kendala teknis seperti batas waktu pengurusan surat dan ketidakjelasan informasi dari petugas tampaknya menjadi kendala utama yang menghambat partisipasi politik mereka.

Diperlukan perbaikan regulasi untuk mempermudah mahasiswa perantau menggunakan hak pilihnya, seperti perpanjangan batas waktu pengurusan surat pindah pemilih. Hal ini diharapkan dapat mengoptimalkan suara signifikan kelompok mahasiswa ini dalam pemilu mendatang dan menjadikan partisipasi politik mereka sebagai kontribusi nyata terhadap perkembangan demokrasi dan kepemimpinan di Indonesia.

 

Reporter:

Tsalis sabrina

Eni safitri


Film ”Agak Laen”, Berawal dari Podcast menjadi Film Box Office

 

Sumber : Instagram @hahaha_corp
Sumber : Instagram @hahaha_corp 

YOGYAKARTA, 21 Februari 2024 - Siapa sangka sebuah podcast komedi bernama "Agak Laen" yang dibentuk di masa pandemi bisa sukses besar setelah diangkat ke layar lebar? Ya, film "Agak Laen" yang dirilis awal Februari 2024 lalu sukses meraup lebih dari 6 juta penonton hingga kini.

Film garapan rumah produksi Imajinari milik Ernest Prakasa ini berawal dari podcast audio di Spotify dengan nama yang sama. Podcast "Agak Laen" ini dibentuk oleh 4 komika yang memiliki personal branding tentang Medan atau Batak, yaitu Boris Bokir, Bene Dion, Indra Jegel, dan Oki Rengga. Mereka membahas berbagai kejadian unik dan lucu  yang pernah mereka alami dalam podcastnya.

Ide pembuatan podcast ini berawal dari Oki Rengga di masa pandemi. Ia melihat podcast-podcast kedaerahan sedang naik daun dan kemudian mengajak ketiga rekannya, "Waktu itu pandemi kan kita gak tahu mau ngapa-ngapain lah, gak ada kerjaan juga waktu pandemi. Aku melihat podcast kedaerahan lagi rame, karena kami sering nongkrong bareng jadi aku ngajak Jegel buat Podcast Medan yok, soalnya pasar Medan belom ada yang ngambil ni," tutur Oki.

Melihat antusias pendengar yang cukup bagus, mereka pun membuat channel YouTube "Agak Laen Official" yang isinya masih seputar komedi-komedi segar dari keempat personelnya. Hingga suatu ketika saat Ernest Prakasa menjadi bintang tamu, Indra Jegel mengajukan permintaan blak-blakan, "Koh apa kek, bikin film kami koh". Ajakan itu disambut baik oleh Ernest karena Indra Jegel menggaransi minimal 1 juta penonton.

Sumber : dokumentasi pribadi

Setelah menyelesaikan proses produksi dalam waktu 17 hari saja, film "Agak Laen" resmi tayang pada 1 Februari 2024, bertepatan dengan panasnya situasi politik menjelang pemilu. Ternyata film ini sukses memberikan hiburan segar yang dibutuhkan banyak orang.

Pada debutnya, film "Agak Laen" langsung disaksikan 181.689 penonton. Angka itu terus melonjak drastis hingga 500 ribu lebih penonton per harinya pada puncaknya. Bahkan dua kali mampu menembus angka setengah juta penonton dalam sehari, yaitu pada hari ke-8 dan hari ke-9 penayangan.

Film komedi perdana keempat komika ini sudah ditonton lebih dari 6,4 juta penonton selama 20 hari tayang. Padahal target minimal yang disepakati dengan Ernest Prakasa adalah 1 juta penonton saja.

Sang produser, Ernest Prakasa pun tak menyangka filmnya akan sepopuler ini. Ia mengungkapkan kebungkaman hatinya lewat Instagram, "Sejak pertama mulai bikin film tahun 2015 lalu, nggak pernah sama sekali berangan-angan bisa punya film yang dalam sehari ditonton lebih dari 500.000 orang." Keterangan Ernest dalam unggahan postingan Instagram.

Dengan pencapaian gemilang ini, "Agak Laen" kini menduduki peringkat 3 film Indonesia terlaris sepanjang masa, menggeser film-film senior lainnya. Bahkan ada prediksi film ini bisa menggeser film "Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1" di posisi 2 dalam waktu dekat. 

Apakah memang benar "Agak Laen" bakal jadi penerus "Warkop DKI" di blantika perfilman Indonesia yang membawa genre komedi segar? Kita tunggu saja kelanjutan kiprah personel "Agak Laen" di dunia komedi Tanah Air ke depannya.

 

Reporter:

Tsalis Sabrina

Eni Safitri


Perjuangan yang Penuh Semangat

                          Oleh: Nana Lestari Di sebuah kota Pasuruan, hiduplah seorang mahasiswi bernama Dira. Dira merupakan anak tunggal y...