Selasa, 27 Februari 2024

TAKBIRAN PENUH AIR MATA

 Penulis: Tsalis Sabrina

Hawa dingin ruang tamu terasa sangat menusuk kulit. Gadis yang sedang menahan rasa kantuk itupun tak tahan lagi dengan dinginnya ruangan, langsung beranjak mengambil selimut. Bukan untuknya, tapi untuk ayahnya. Iya, ayahnya yang berbaring di tempat tidur yang berada di ruang tamu berbentuk persegi panjang dengan luas 10x5 meter itu. Karena ayahnya sedang sakit, maka seluruh anggota keluarga tidur di ruang tamu, soalnya kalau tidur di kamar masing-masing terasa seperti mengabaikan ayah yang sedang sakit.

Namanya Lina, gadis berusia 18 tahun yang saat ini sedang berjaga sepanjang malam karena ayahnya sedang sakit. Sudah seminggu lebih ayahnya jatuh sakit, awalnya hanya demam biasa, tapi sakitnya semakin parah sampai untuk bangkit dari tempat tidur saja harus dibantu dan makanan yang disuguhkan sudah sering ditolaknya untuk dimakan.

”Mau ngapain dek?” tanya Yuni, kakak kandung Lina.

”Ngambil selimut untuk ayah,” jawab Lina.

”Adek tidur aja, besok pagi kita sudah harus berangkat,” seru Yuni.
”Ayah udah tidur juga kan?” lanjut Yuni.

”Ayah tidak bisa ditinggal tidur, nanti kayak kemaren infusnya dilepas di tengah malam,” sambut Lina.

”Engga...” ucap Yuni.

”Ayah tidurnya sudah nyenyak,” lanjut Yuni.

”Udah adek gapapa kok,” ucap Lina.

”Lagian adek juga belum ngantuk. Kalau adek ngantuk nanti adek tidur, kakak tidur aja duluan,” jelas Lina untuk menghentikan kekhawatiran Kak Yuni kepada dirinya.

”Yaudah kakak tidur ya,” ucap Yuni.

Lina terpaksa berbohong, sebenarnya sedari tadi ia sangat mengantuk, tapi tetap ia tahan rasa kantuknya demi menjaga ayahnya. Karena kalau tidak dijaga, ayahnya bisa saja melepas infus yang dipasang ditangannya seperti malam kemarin. Benar saja, malam itu dua kali Lina melihat ayahnya berusaha untuk melepas infusnya.

Ayahnya memang sangat anti dengan peralatan medis, karena ia sangat takut disuntik. Awalnya diminta untuk dirawat di rumah sakit, tapi ia bersikeras menolak untuk dibawa ke rumah sakit. Sehingga ia memilih untuk rawat jalan di rumah.

Keesokan pagi nya.

”Ayah mau makan nasi goreng ga? Kakak suapin ya!” ucap Yuni yang duduk di sisi tempat tidur sambil menyendok nasi goreng di piring yang ia pegang.

Dengan susah payah, ayah Lina tetap berusaha membuka mulut menerima suapan Yuni. Pagi itu, Ayah Lina sudah terlihat membaik karena sudah mau makan, meskipun hanya menerima sepuluh suapan nasi goreng oleh Kak Yuni, tapi itu sudah ada kemajuan besar karena sebelumnya sama sekali tidak mau makan.

”Adek jadi ikut kakak balik kampung?” tanya ibunya Lina.

”Iya buk, ayah juga kayaknya sudah membaik. Adek pengen ngerasain lebaran di kampung, sudah lama sekali adek tidak lebaran di kampung,” jawab Lina.

Lina selama ini ikut ibu dan ayahnya di kota.Yuni ketemu jodohnya di kampung halaman mereka, jadi Yuni memang menetap di kampung. Namun, karena kemarin dapat kabar kalau ayah sakit, Yuni datang ke kota untuk menjenguk ayahnya. Kebetulan ayah mereka sakit pada saat akhir bulan Ramadhan. Yuni datang ke kota hanya dengan anak-anaknya saja, suaminya tetap tinggal di kampung. Karena besok sudah Hari Raya Idul Fitri, mau tidak mau Yuni tidak mungkin membiarkan suaminya lebaran sendiri. Melihat ayah yang sudah membaik, Lina ingin ikut Yuni balik ke kampung untuk lebaran dengan keluarga di kampung.

”Ayah kakak pulang dulu ya,” ucap Yuni.

 ”Nanti hari raya kedua kakak balik kesini lagi sama mas Yusuf,” pamit Yuni ke ayah.

”Ayah, adek ikut kakak ke kampung ya!” ucap Lina sambil mencium ayahnya.

Setelah mereka berpamitan dengan ayah, mereka juga berpamitan dengan ibu. Lina dan Yuni berangkat menuju kampung kurang lebih pada pukul sebelas pagi dan perjalanan untuk sampai di kampung kurang lebih memakan waktu tiga jam karena memakai angkutan kota (angkot).

Setibanya di kampung.

”Eh kok lumayan ini pengunjungnya, kakak buka warung lah dek,” ucap Yuni kepada Lina.

”Yauda adek bantuin nyusun-nyusun juga ya,” sambut Lina.

Oh iya FYI, di kampung tempat mereka tinggal merupakan sebuah tempat wisata, kebetulan saat mereka tiba di kampung lagi ada pengunjung.

Baru setengah jam mereka buka warung, kurang lebih pada pukul tiga sore Lina mendapat telepon dari ibu.

”Assalamu’alaikum buk,” ucap Lina saat mengangkat telepon dari ibunya.

”Wa’alaikum salam, dekk...” jawab Ibu sambil menangis.

”Bukkk? Kenapa bukk?” tanya Lina dengan khawatir karena mendengar ibunya menangis.

”Dekk ayahh dekk...”

”Iyaaa ayah kenapaa bukk?”

”AYAH UDAH GA ADA DEK,” tangisan Ibu Lina semakin pecah setelah mengucap kalimat itu.

DUARRR

Saat itu rasanya hati Lina hancur sehancur-hancurnya. Bumi seakan-akan ikut berhenti bergerak di radarnya mendengar ayah Lina sudah berhenti bernafas. Dada Lina sangat sesak, hati dan otaknya masih menyangkal bahwa ayahnya sudah tidak ada, sehingga air mata sangat sulit untuk keluar menangisi hal itu. Ia hanya diam terpaku setelah mendengar kalimat itu.

”Dekk ayah kenapaaaa?” tanya Yuni melihat adiknya yang tiba-tiba terpaku.

Yuni langsung mengambil HP yang ada di genggaman Lina.

”Bukkkk ayahh kenapaaa?” tanya Yuni.

”Ayah udah gaadaaaa kak,” jawab Ibu sambil menangis.

”Innalillahi wa innailaihi roji’un, ayahhhhh,” tangis Yuni pun pecah.

Lina tidak menyangka secepat itu kah ayahnya pergi meninggalkannya? Padahal sebelum ia pergi kondisi ayahnya sudah membaik.

”KENAPA AKU MALAH PERGI KE KAMPUNG?”

”Kenapa aku tidak peka bahwa hari ini adalah hari terakhir aku melihat dia masih bernafas?”

”Kenapa aku tidak ada disampingnya saat dia menghembuskan nafas terakhirnya?”

”Kenapaaaa?”

’”Aku egois banget yaaa.”

 Seketika seribu pertanyaan dan pernyataan muncul di kepala Lina. Ia terus menyalahkan dirinya sendiri, hatinya sakit seakan tertusuk jarum.

Ayahnya akan dimakamkan di kampung, maka mereka harus menjemput jenazahnya dulu ke kota. Lina sangat menyesali hari itu, ia masih terus menyalahkan dirinya sepanjang perjalanan menjemput jenazah ayahnya.

Tiba nya di kota, mereka disambut dengan mobil pawai takbiran yang bersiap untuk pergi keliling kota. Malam takbiran yang seharusnya momen yang menyenangkan namun malam itu menjadi malam yang penuh air mata bagi Lina. Siapa sangka dahulu ketika melihat atau mendengar berita duka Hari Raya Idul Fitri Lina selalu bergumam,

”Kasihan banget keluarga yang ditinggalkan ya, harusnya lagi lebaran malah berduka,”

saat ini malah ia yang berada di posisi itu. Memang kita tidak ada yang tahu kematian seseorang itu kapan datangnya, bahkan kematian kita sendiri saja kita tidak tahu.

Hari raya bukannya sholat Ied malah sholat jenazah ayah sendiri, itu yang ada dipikran Lina saat menyalatkan ayahnya hari itu.

Sampai sekarang ketika malam takbiran Lina masih selalu teringat situasi yang sangat menyedihkan itu, semua kejadian masih terasa seperti baru terjadi kemarin. Hari raya tahun-tahun berikutnya bagi Lina tidak ada yang spesial, tidak seperti dahulu ketika hari raya Lina selalu bersemangat untuk menyambutnya. Sampai sekarang juga Lina masih terus menyalahkan dirinya sendiri kenapa ia harus pergi ke kampung saat itu.

Senin, 26 Februari 2024

Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar (PJTD) 2024 LPM Super JIMO Berlangsung Selama Dua Hari

 

Sumber: dokumentasi panitia

Yogyakarta, 22 Februari 2024 – Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Super JIMO kembali menggelar Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar (PJTD) 2024 dengan mengusung tema "Membentuk Jurnalistik yang Kritis akan Teknologi dan Informasi". Acara yang berlangsung selama dua hari pada 21-22 Februari 2024, diselenggarakan di kampus STIA "AAN" Yogyakarta.

Menurut Ketua Panitia Maria Florentina Dhiu, pelaksanaan PJTD 2024 kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena berlangsung selama dua hari. Pada hari pertama, Kamis 21 Februari acara dibuka dengan sambutan dari Ketua Panitia  Maria, Pimpinan Umum LPM Super JIMO Nita Dwi Alfiana, dan Ketua STIA "AAN" Yogyakarta Happy Susanto, S.Sos., M.A., MPA.

" Harapan saya melalui materi yang akan disampaikan narasumber nanti, kita semua nantinya dapat menjadi jurnalis yang lebih kritis, kompeten, dan responsif terhadap dinamika yang terjadi dalam era digital saat ini," ujar MarĂ­a dalam sambutannya.


Sumber: dokumentasi panitia

Setelah sambutan pembukaan, acara dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Januardi Husin selaku narasumber dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta. Pada sesi pertama, beliau menyampaikan materi tentang dasar-dasar jurnalistik seperti teknik menulis berita, reportase, dan feature. Sementara pada sesi kedua, Januardi membahas kode etik jurnalistik yang harus dipatuhi oleh para jurnalis profesional.

"Seorang jurnalis harus memiliki integritas dan independensi dalam melakukan peliputan berita. Kita juga harus menghormati privasi narasumber serta menghindari pemberitaan yang bermuatan bohong, fitnah, sadis, dan cabul," terang Januardi.

Hari pertama kemudian ditutup dengan pemberian tugas untuk dikerjakan pada hari kedua, Jumat 22 Februari Pada hari itu, peserta dibagi ke dalam beberapa kelompok untuk mengerjakan tugas praktik membuat berita dengan topik yang berbeda-beda.


Sumber: dokumentasi panitia

Di tengah-tengah pengerjaan tugas kelompok, panitia mengadakan ice breaking dengan permainan tukar kado yang berlangsung meriah dan menghibur. Setelah menyelesaikan tugas kelompok, para peserta kemudian mengerjakan tugas individu pembuatan berita bertema pemilu 2024.

Pelatihan ini bertujuan untuk membekali peserta dengan keterampilan esensial yang diperlukan untuk menjelajahi dunia jurnalistik yang terus berkembang di era digital. Panitia menyatakan kepuasan mereka terhadap partisipasi aktif dan antusiasme yang ditunjukkan peserta sepanjang program dua hari, membentuk semangat kerjasama dan pembelajaran. Peserta diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan kepekaan dalam menjadi jurnalis yang kritis, kompeten, dan responsif terhadap perkembangan teknologi dan informasi di era digital.

Reporter:

Eni Safitri

Tsalis Sabrina


Sabtu, 24 Februari 2024

Partisipasi Mahasiswa Perantauan dalam Pemilu Masih Mengalami Kendala

Sumber : dokumentasi  pribadi

 

Nikmatul Aziza, mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa Daerah Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), asal Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, telah merantau selama kurang lebih 2 tahun di Yogyakarta. Dia bersikeras untuk menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden 2024 mendatang dengan keyakinan bahwa partisipasi aktif dalam demokrasi adalah kewajiban warga negara Indonesia.

"Saya tidak ingin golput. Kita wajib memberikan aspirasi dengan memilih pemimpin yang bisa mewujudkan Indonesia lebih maju," tegas Nikmatul, menegaskan ketidaksetujuannya terhadap golongan putih (golput). Bagi Nikmatul, Pemilu 2024 menjadi peluang bagi generasi muda, termasuk dirinya, untuk menyalurkan suara dan berpartisipasi dalam membentuk arah negara.

"Pemilu adalah wadah untuk menyalurkan keinginan dan hak suara kita dengan memilih pasangan calon yang kompeten dan mampu membawa perubahan bagi negeri ini," tambahnya.

Namun, antusiasme tinggi mahasiswa perantauan seperti Nikmatul dihadapkan pada sejumlah hambatan administrasi yang menghambat partisipasi politik mereka. Banyak mahasiswa perantau menghadapi masalah, antara lain, kurangnya perhatian dalam mendapatkan informasi terkini tentang pemilu melalui media sosial seperti WhatsApp, menyebabkan miskomunikasi dan kebingungan.

Permasalahan lainnya adalah kesulitan mahasiswa perantau yang ingin mendaftar sebagai pemilih tetapi belum memiliki surat pindah pemilih. Banyak di antara mereka yang tidak tercantum dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) domisili sementara akibat kurangnya dukungan informasi dari pemerintah desa/kelurahan di tempat asal.

Nikmatul menyuarakan keprihatinannya terhadap kurangnya informasi pemerintah desa/kelurahan terkait status tempat tinggal mahasiswa perantau. "Banyak data ganda karena mahasiswa terdaftar di tempat asal," ungkapnya.

Selain itu, akurasi data pemilih secara makro yang dikelola oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga menjadi permasalahan serius. Nama-nama pemilih yang seharusnya sudah meninggal dunia masih terdaftar, menunjukkan ketidakakuratan dalam penyelenggaraan administrasi pemilu.

Sumber : dokumentasi pribadi

Kendala ini dirasakan oleh EA mahasiswa S2 di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan juga mahasiswa perantau lainnya di Yogyakarta. EA serta mahasiswa perantau lainnya, berusaha untuk pindah Tempat Pemungutan Suara (TPS) agar dapat tetap menggunakan hak pilihnya. Namun, kendala teknis seperti batas waktu pengurusan surat dan kurangnya bantuan dari petugas kelurahan membuatnya terlambat mendaftar sebagai pemilih di tempat domisili barunya.

"Saya berusaha mengurus pindah TPS tanggal 15 Januari karena dengar deadline pengurusannya hari itu. Tapi petugas kelurahan kurang membantu, malah menyuruh datang besoknya," tutur EA. Akibatnya, EA jadi terlambat mendaftar sebagai pemilih di tempat domisili barunya. Padahal ketika mendatangi kantor TPS keesokan harinya, petugas piket bilang sebenarnya pelayanan tetap buka. "Saya kecewa karena yang terjadi malah lempar-tanggung jawab antar petugas," imbuhnya.

Meskipun antusiasme mahasiswa perantau tinggi, kendala teknis seperti batas waktu pengurusan surat dan ketidakjelasan informasi dari petugas tampaknya menjadi kendala utama yang menghambat partisipasi politik mereka.

Diperlukan perbaikan regulasi untuk mempermudah mahasiswa perantau menggunakan hak pilihnya, seperti perpanjangan batas waktu pengurusan surat pindah pemilih. Hal ini diharapkan dapat mengoptimalkan suara signifikan kelompok mahasiswa ini dalam pemilu mendatang dan menjadikan partisipasi politik mereka sebagai kontribusi nyata terhadap perkembangan demokrasi dan kepemimpinan di Indonesia.

 

Reporter:

Tsalis sabrina

Eni safitri


Film ”Agak Laen”, Berawal dari Podcast menjadi Film Box Office

 

Sumber : Instagram @hahaha_corp
Sumber : Instagram @hahaha_corp 

YOGYAKARTA, 21 Februari 2024 - Siapa sangka sebuah podcast komedi bernama "Agak Laen" yang dibentuk di masa pandemi bisa sukses besar setelah diangkat ke layar lebar? Ya, film "Agak Laen" yang dirilis awal Februari 2024 lalu sukses meraup lebih dari 6 juta penonton hingga kini.

Film garapan rumah produksi Imajinari milik Ernest Prakasa ini berawal dari podcast audio di Spotify dengan nama yang sama. Podcast "Agak Laen" ini dibentuk oleh 4 komika yang memiliki personal branding tentang Medan atau Batak, yaitu Boris Bokir, Bene Dion, Indra Jegel, dan Oki Rengga. Mereka membahas berbagai kejadian unik dan lucu  yang pernah mereka alami dalam podcastnya.

Ide pembuatan podcast ini berawal dari Oki Rengga di masa pandemi. Ia melihat podcast-podcast kedaerahan sedang naik daun dan kemudian mengajak ketiga rekannya, "Waktu itu pandemi kan kita gak tahu mau ngapa-ngapain lah, gak ada kerjaan juga waktu pandemi. Aku melihat podcast kedaerahan lagi rame, karena kami sering nongkrong bareng jadi aku ngajak Jegel buat Podcast Medan yok, soalnya pasar Medan belom ada yang ngambil ni," tutur Oki.

Melihat antusias pendengar yang cukup bagus, mereka pun membuat channel YouTube "Agak Laen Official" yang isinya masih seputar komedi-komedi segar dari keempat personelnya. Hingga suatu ketika saat Ernest Prakasa menjadi bintang tamu, Indra Jegel mengajukan permintaan blak-blakan, "Koh apa kek, bikin film kami koh". Ajakan itu disambut baik oleh Ernest karena Indra Jegel menggaransi minimal 1 juta penonton.

Sumber : dokumentasi pribadi

Setelah menyelesaikan proses produksi dalam waktu 17 hari saja, film "Agak Laen" resmi tayang pada 1 Februari 2024, bertepatan dengan panasnya situasi politik menjelang pemilu. Ternyata film ini sukses memberikan hiburan segar yang dibutuhkan banyak orang.

Pada debutnya, film "Agak Laen" langsung disaksikan 181.689 penonton. Angka itu terus melonjak drastis hingga 500 ribu lebih penonton per harinya pada puncaknya. Bahkan dua kali mampu menembus angka setengah juta penonton dalam sehari, yaitu pada hari ke-8 dan hari ke-9 penayangan.

Film komedi perdana keempat komika ini sudah ditonton lebih dari 6,4 juta penonton selama 20 hari tayang. Padahal target minimal yang disepakati dengan Ernest Prakasa adalah 1 juta penonton saja.

Sang produser, Ernest Prakasa pun tak menyangka filmnya akan sepopuler ini. Ia mengungkapkan kebungkaman hatinya lewat Instagram, "Sejak pertama mulai bikin film tahun 2015 lalu, nggak pernah sama sekali berangan-angan bisa punya film yang dalam sehari ditonton lebih dari 500.000 orang." Keterangan Ernest dalam unggahan postingan Instagram.

Dengan pencapaian gemilang ini, "Agak Laen" kini menduduki peringkat 3 film Indonesia terlaris sepanjang masa, menggeser film-film senior lainnya. Bahkan ada prediksi film ini bisa menggeser film "Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1" di posisi 2 dalam waktu dekat. 

Apakah memang benar "Agak Laen" bakal jadi penerus "Warkop DKI" di blantika perfilman Indonesia yang membawa genre komedi segar? Kita tunggu saja kelanjutan kiprah personel "Agak Laen" di dunia komedi Tanah Air ke depannya.

 

Reporter:

Tsalis Sabrina

Eni Safitri


Perjuangan yang Penuh Semangat

                          Oleh: Nana Lestari Di sebuah kota Pasuruan, hiduplah seorang mahasiswi bernama Dira. Dira merupakan anak tunggal y...